Jumat, 03 Juni 2016

KENAPA TIDAK BEKERJA?


Bukan hanya sekali dua kali saya ditanya seperti itu. Tapi sering. Sering sekali.

Ya oleh keluarga besar, kawan lama, sahabat, juga oleh mereka yang baru saya kenal. “Kenapa sih kamu tidak bekerja? Apa alasannya?”

Mereka mengira, saya adalah wanita super yang super penyayang pada anak, sehingga eman-eman untuk meninggalkan mereka di rumah dengan embak, sementara saya bekerja. Saya juga dituduh super taat pada agama dan suami, sehingga memilih aktivitas di rumah saja. Menghindarkan diri dari dunia luar yang rentan fitnah bagi wanita.

Padahal saya tidak se-super itu. Malah saya dulu tidak pernah sekali pun bermimpi untuk jadi ibu rumahtangga. Meski ibu saya ibu rumahtangga, tak pernah saya mengingini profesi yang sama dengannya.

Ini jiwa muda, pemikiran muda. Saya yakin saya punya banyak potensi yang pasti akan dibutuhkan di dunia kerja. Dan lagi, gelar yang oleh orangtua didapat dengan uang dan keringat itu, mana tega saya sia-siakan. 

Tapi kemudian saya menikah, punya anak, dan saya paham bahwa saya harus rasional. 

Dulu saya merasa rasional ketika bermimpi menggapai karier setinggi mungkin. Tapi setelah berumah tangga, saya pun dengan sadar memilih untuk tidak bekerja, juga karena saya harus rasional.

Iya, rasional.

Saya tinggal di selatan Jakarta, jauh dari sanak famili. Satu-
satunya partner saya untuk mengasuh anak adalah suami. Sementara karena rumah kami jauh dari lokasi kerjanya, dia harus berangkat dari rumah selepas shubuh. Dan jika beruntung, ia baru akan kembali lagi menjelang Isya. Itu pun jarang terjadi.

Jika saya nekad bekerja, saya tidak bisa membayangkan bagaimana nasib anak-anak saya, tanpa kehadiran orangtuanya sepanjang hari.

Selain itu, saya juga rasional soal untung ruginya bekerja dilihat dari segi keuangan. Saya berhitung kisaran gaji yang akan saya terima, lalu membandingkan dengan pengeluaran harian sebagai konsekuensi saya bekerja di luar rumah. Berarti saya harus membayar pengasuh untuk anak, membayar biaya transportasi pulang pergi ke kantor, makan siang di kantor, juga biaya sosial dan pergaulan.

Setelah menyadari bahwa selisih yang saya dapat dari pendapatan dan pengeluaran, kok tidak sebanding dengan pengorbanan saya meninggalkan anak dengan orang lain, saya pun rasional memilih di rumah saja.

Ini kasus saya, yang tentu berbeda dengan kasus ibu yang lain. Bagi saya alasan ini rasional, tapi bisa jadi bagi orang lain alasan ini mengada-ada. Sekali lagi, ini sifatnya sangat subyektif.

Tapi kan nggak bekerja juga banyak konsekuensinya? Ya pasti

Pendapatan cuma dari satu pintu? Ya, tapi selama itu cukup, mari berhemat dan syukuri

Bagaimana jika orangtua tidak ikhlas? Perlu adanya komunikasi, dan peran suami untuk melindungi istrinya

Menahan Baper dan Minder? Yang kita Baperi itu juga belum tentu lebih bahagia dari kita kok. Fokus pada keluarga kita saja lah

Suatu ketika apakah ingin bekerja formal lagi? Menjadi orang yang bermanfaat: Ya. Tapi bermanfaat tidak selalu melalui kantor jalannya.

Apakah selamanya akan menjadi ibu rumahtangga tidak bekerja? Di dunia ini mana ada yang statis. Ini pilihan terbaik bagi saya saat ini. Dan ini yang sedang saya jalani.

Jika suami kenapa-kenapa, lalu bagaimana caranya menghidupi anak kalau tidak bekerja? Saya selalu percaya bahwa sejauh mata memandang, itulah peluang. Kalau dengan saya berdiam di rumah lalu sepanjang hari menggalau seperti ini, kapan semangatnya hidup saya

Apakah kamu bahagia dengan pilihanmu? Tidak ada orang yang 100% bahagia. Tapi saya sadar dan bertanggung jawab atas pilihan saya.

Dan ternyata, selama kita yakin dan fokus, Baper serta Minder lama-lama enyah. Jika si A bisa bekerja, kok saya tidak, ya tidak perlu disesali. Keadaan kita berbeda dengannya. Yang tampak enak di mata belum tentu nyaman di dalam sana.

Untuk ibu-ibu yang sudah memilih untuk tidak bekerja, mari berhenti membuang waktu guna berandai-andai serta menyesali pilihan. 

Dan mari kita banyak berdoa, agar pilihan kita saat ini dan di masa depan, adalah yang terbaik untuk diri kita dan keluarga. 

Satu hal yang pasti: Jika sudah memilih, berhentilah menangisi hal yang memang tidak kita pilih.

Salam Bahagia untuk Semua ibu 
Wulan Darmanto

#selfreminder
#semogaselalubersyukur